Makalah Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia
Makalah Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu
yang sangat penting untuk dipelajari. Termasuk dalam hal ini adalah sejarah
tentang perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Sebelumnya, banyak teori
yang bermunculan tentang bagaimana masuk dan berkembangannya agama Islam di
Indonesia. Teori-teori tersebut adalah
Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori
Persia. Ketiga teori tersebut saling berbeda pendapat mengenai waktu dan
siapa yang menyebarkan agam Islam ke Indonesia. Namun, dari perbedaan tersebut
dapat ditarik suatu persamaan tentang sejarah Islam di Indonesia. Dari sinilah,
kerajan-kerajaan Islam muncul memanfaatkan kemunduran dari kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha. Makalah ini kami susun dalam memenuhi tugas dari mata pelajaran
Sejarah Indonesia dan agar pembaca lebih memahami tentang perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia ?
1.2.2.
Apa sajakah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ?
1.2.3.
Bagaimana perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia ?
1.3. Tujuan
1.3.1.
Agar pembaca dapat lebih mengetahui tentang proses masuknya Islam ke Indonesia
1.3.2.
Agar pembaca dapat mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia
1.3.3.
Agar pembaca dapat lebih memahami perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori-teori Masuk dan Berkembangnya
Islam di Indonesia
2.1.1. Teori Gujarat
Berpendapat
bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 dan pembawanya berasal
dari Gujarat (Cambay), India. Dasar teori ini adalah :
1. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran
Islam di Indonesia
2. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur
Indonesia-Cambay-Timur Tengah-Eropa.
3. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297
yang bercorak khas Gujarat.
2.1.2. Teori Makkah
Berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan
pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah :
1. Pada bad ke 7 yaitu tahun 674 di Pantai Barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab)
2. Kerajaan Samudra Pasai menganut mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab
Syafi’I terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Makkah.
3. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al-Malik, yaitu gelar dari
Mesir
2.1.3. Teori Persia
Berpendapat bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar
teori ini adalah :
1. Peringatan 10 Muharam atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad SAW, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.
2. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi dari Iran
yaitu Al-Hallaj.
3. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam system mengeja huruf Arab untuk
tanda-tanda bunyi Harakat.
4. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
5. Adanya perkampungan Leren/Leran daerah Gresik. Leren adalah nam salah
satu pendukung tori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
2.2. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
2.2.1. Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan
Islam pertama di Indonesia yang berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai
didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan
Kerajaan Samudera Pasai mampu memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan
perdagangan dengan Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir,
ada kunjungan Ibnu Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali
tahun 1345). Peranan Kerajaan Samudera Pasai dalam persebaran agama Islam
yaitu:
·
Menjadi
pusat studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang menetap di
Samudera Pasai.
·
Penyebaran
agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal ini dibuktikan dengan
berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan
laut yang menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina. Sebagai
pusat perdagangan dan pelabuhan besar, Samudera Pasai memiliki fungsi sebagai
·
Tempat
merambah perbekalan.
·
Tempat
mengurus masalah perkapalan.
·
Tempat
mengumpulkan komoditas dagang yang akan dikirim ke luar.Tempat menyimpan barang
yang akan diantar ke daerah lain.
Sebagai
sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai. Raja-raja
yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut.
(1) Sultan Malik Al-saleh berusaha meletakkan
dasar-dasar kekuasaan Islam dan berusaha mengembangkan kerajaannya antara lain
melalui perdagangan dan memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai berkembang
menjadi negara maritim yang kuat di Selat Malaka.
(2) Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I)
yang memerintah sejak 1297-1326. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Perlak
kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai.
(3)
Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M). Raja yang bernama asli Ahmad ini
sangat teguh memegang ajaran Islam dan aktif menyiarkan Islam ke negeri-negeri
sekitarnya. Akibatnya, Samudra Pasai berkembang sebagai pusat penyebaran Islam.
Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai memiliki armada laut yang kuat
sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar Samudra
Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai mulai memudar. Pada
tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis. Keberadaan Samudra Pasai
sebagai kerajaan maritim digantikan oleh Kerajaan Aceh yang muncul kemudian
Adanya perpecahan di dalam kerajaan telah melahirkan kemunduran
politik dan perdagangan terlebih lagi, munculnya Kerajaan Malaka yang letaknya
lebih strategis.
2.2.2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Islam berikutnya
di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Ibrahim yang
bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena mundurnya
Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di
Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem:
pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan
pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau
teungku.
Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa
maju dan mundur. Aceh mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman
keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di
Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di samping itu, Iskandar
Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut Adat Mahkota
Alam.
Corak
pemerintahannya terdiri atas,
·
Pemerintahan
sipil oleh golongan bangsawan (teuku).
·
Pemerintahan
agama oleh golongan ulama (tengku).
·
Berikut
ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan
Aceh.
·
Memperluas
daerah kekuasaan ke Semeranjung Malaka dengan dikuasainya kerajaan Kedah,
Perak, Johor, dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur Sumatera dikuasainya
sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam ke Minaangkabau.
·
Untuk
memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda membuka kerja sama dengan Belanda
dan lnggris dengan mengizinkan kongsi dagang mereka, yaitu VOC dan EIC untuk
membuka kantor cabangnya di Aceh.
·
Menyerang
Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan pada tahun
1614.Mendirikan
·
Masjid
Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi
sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan
Sultan Iskandar Thani (1636- 1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya,
Putri Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin
lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara
golongan aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil
menguasai Aceh pada tahun 1904.
Dalam bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral
jalur perdagangan internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai
dikunjungi pedangang Islam.
Terjadilah asimilasi baik di bidang sosial
maupun ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat
istiadat dan ajaran agama Islam. Pada sekitar
abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah
Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdurrauf dari
Singkil.
Keempat ulama
ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa.
Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang
dengan pesat pada masa kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan
timur Sumatra, Aceh menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan timah serta
rempah-rempah.
2.2.3. Kerajaan Demak
Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan
dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja
Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah,
Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan
dukungan dari para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan
gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang,
Jambi, Banjar, dan Maluku.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden
Patah mangkat dan digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan
Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya,
Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis
tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh
adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar
membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan
Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya
untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan
berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan
demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak.
Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus
bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta
Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan
politik dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan
Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan
politik yang hebat di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan
para ahli waris Demak juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara
dan muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak
telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan
kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan
berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung
tersebut merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting
karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan
makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang
diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena
pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan
Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria
Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh
suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka
berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah
Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat
itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
2.2.4. Kerajaan
Pajang
Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini
adalah Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya
penangsang raja Demak. Ia kemudian menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke
Pajang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdirinya kerajaan Islam Pajang
erat kaitannya dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah
seorang yang suka menghargai pendukung atau pengikut yang turut bertempur
bersamanya sewaktu menghadapi Arya Penangsang. Mereka yang telah berjasa oleh
Sultan Adiwijoyo diberi hadiah penghargaan. Kedua orang yang dinilai sangat
berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (sekitar
Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai Panjawi dihadiahi tanah di Daerah
Pati. Mereka sekaligus diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja
yang memiliki daerah kekuasaan meliputi Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi Bupati
Mataram mempunyai seorang putra bernama Sutowijoyo. Ia memiliki bakat di bidang
kemiliteran. Sutowijoyo lebih dikenal sebagai Senapti Ing Alaga (Panglima
Perang). Karena itu setelah Kiai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575,
pemerintahan dilanjutkan oleh Sutowijoyo, putranya.
Dalam perkembangnya di Pajang terjadi
pergolakan hebat. Setelah Sultan Adiwijoyo wafat pada tahun 1582, maka Arya
Pangiri putra Sunan Prawoto (dari Demak) mencoba merebut kekuasaan dari
Pangeran Benowo yang ketika itu menjadi penguasa Pajang menggantikan ayahnya,
Sultan Adiwijoyo. pangeran Benowo meminta bantuan Sutowijoyo dalam menghadapi Arya
Pangiri. Perebutan kekuasaan yang dilakukan Arya Pangiri tidak berhasil.
Kemudian Pangeran Benowo menyerahkan kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya
yang bernama Sutowojoyo karena tidak mampu lagi melanjutkan pemerintahan.
Kemudian oleh Sutowijoyo pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram. Dengan
demikian tamatlah kerajaan Pajang.
2.2.5. Kerajaan
Mataram
Awal
Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di
Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan
atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki
Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng
Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di
Mataram. Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin
menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit
pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu
terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan
Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari
Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya)
menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya
ke kotagede pada tahun 1568 M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
Aspek
Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya,
Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi rintangan. Para bupati di pantai
utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang
memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya
berusaha menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram
berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai
pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan
diserahkan oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan
Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang
memberontak, seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora,
Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan
Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta
penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada
tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,
Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung
mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami
kegagalan.
Aspek
Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram,
tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama
begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin
upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan
jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.
Untuk menciptakan ketertiban di seluruh
kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi
oleh seluruh penduduk.
Aspek
Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari
Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya
dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan
tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang
mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa
Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan
yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara
kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang
kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra
Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa
yang disebut Hukum Surya Alam.
Kemunduran
Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat
kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda.
Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian
rakyat dikerahkan untuk berperang.
2.2.6. Kerajaan
Banten
Awal
Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan
Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di
Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan,
Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu,
Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang
berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya
meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
Aspek
Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin
mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan
Maulana Yusuf memperluas daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M
kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan
rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di
Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten
mengalami puncak kejayaan. Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan
masyarakatnya diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota.
Bidang pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580
M. Setelah mangkat, terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di
Banten. Setelah peristiwa itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad
yang baru berusia sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian
Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad
berlangsung tahun 1508-1605 M. Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih
kanak-kanak didampingi oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana
Menggala wafat, Banten mengalami kemunduran.
Aspek
Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan
pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang
Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten.
Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan
Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan,
tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kemunduran
Kerajaan Banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal
saat mangkatnya Raja Besar Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar
terjadilah perang saudara di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan
pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi
peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana
Yusuf.
2.2.7. Kerajaan
Cirebon
Kerajaan yang terletak di perbatasan antara
Jawa Barat dan Jawa Tengah didirikan oleh salah seorang anggota Walisongo,
Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah membawa kemajuan bagi
Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah (Faletehan)
untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah memberikan
bantuan sepenuhnya. Bahkan pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh
Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa, Syarif Hidayatullah meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
Syarif Hidayatullah kemudian digantikan oleh
putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Inilah raja yang menurunkan raja-raja
Cirebon selanjutnya.
Pada tahun 1679, Cirebon terpaksa dibagi dua,
yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Dengan politik de vide at impera yang
dilancarkan Belanda yang pada saat itu sudah berpengaruh di Cirebon, kasultanan
Kanoman dibagi dua menjadi Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian,
kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan.
Cirebon berhasil dikuasai VOC pada akhir abad ke-17.
2.2.8. Kerajaan
Makassar
Awal
Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16
terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo,
Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari
Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun
segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat
menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari
Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu
kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di
tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
Aspek
Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh
Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653
M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin
berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan
kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar,
yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan
utusan untuk membuka hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC
mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat
rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara Makassar dan
VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan tahun 1616.
Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan
dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak
Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan
tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh
karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang ingin lepas dari
kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
Aspek
Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan
maritim. Hasil perekonomian terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan
perdagangan. Pelabuhan Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal
dagang sehingga menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian,
masyarakatnya hidup aman dan makmur.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja
dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan) yang diawasi oleh seorang
paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya adalah
pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan malolo.
Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara
kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas mengurus perdagangan dan
hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu
imam, khatib, dan bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari
Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang
disebut pinisi dan lambo.
Kemunduran
Kerajaan Makassar
Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan
karena permusuhannya dengan VOC yang berlangsung sangat lama. Ditambah dengan
taktik VOC yang memperalat Aru Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar.
Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone
sehingga Raja Bone setuju bekerja sama dengan VOC.
2.2.9. Kerajaan
Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan
Islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di Klimantan Selatan. Kerajaan
Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin meru[pakan paduan
dari dua kata, yaitu Bandar dan masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama
Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan Banjar yang cakap dan berwibawa.
Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Banjar telah diperintahkan oleh tujuh
orang raja. Raja pertama ialah Pangeran Surianata (1438-1460) dan raja terakhir
ialah Pangeran Tumenggung (1588-1595).
Selama Pangeran Tumenggung
memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar berada dalam keadaan rawan.
Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara diam-diam menyusun kekuatan
untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung. Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi
perang saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran Samudera
(Pangeran Suriansyah).
Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari dukungan umat Islam
di wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih dengan prajurit Kerajaan Demak.
Setelah masuk Islam, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran
Suriansyah. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang
diberi nama Bandar Masih, sekarang Banjarmasin.
Perpindahan pusat pemerintahan
Kasultanan Banjar juga terjadi pda masa pemerintahan sultan-sultan berikutnya.
Pada akhir masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (1650), pusat pemerintahan
dipindahkan ke Batang Mengapan, yang sekarang menjadi Muara Tambangan dekat
Martapura. Pada masa Sultan Tamjidillah (1745-1778) pusat pemerintahan
dipindahkan ke Martapura pada tahun 1766.
Sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Banjar ialah Pangeran
Tamjidillah (1857-1859). Pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan oleh
Belanda mendapat tantangan dari masyarakat, sehingga menimbulkan pergolakan.
Karena tidak dapat memenuhi keinginan Belanda, ia diturunkan dari takhta. Pada
tanggal 11 Juni 1860, Belanda mengahapus kesultanan. Meskipun demikian,
peperangan terus berkobar.
2.2.10. Kerajaan
Malaka
Menurut beberapa versi, kerajaan
ini didirikan oleh seorang pangeran dari Palembang bernama Parameswara yang
lari ke Malaka ketika terjadi serangan dari Majapahit. Ia mendirikan kerajaan
Malaka sekitar tahun 1400. Pada mulanya, Parameswara adalah seorang raja yhang
beragama Hindu. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya dengan nama Islam,
Muhammad Syah (1400-1414). Raja pertama ini kemudian digantikan oleh Sultan
Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah
Sultan Muzafar Syah (1424-1444), Sultan Mansur Syah (1444-1477), dan Sultan
Mahmud Syah (1477-1511).
Perdagangan menjadi sumber utama penghasilan kerajaan Malaka. Ciri-ciri
perdagangan di Malaka :
·
Raja dan
pejabat tinggi kerajaan terlibat dalam kegiatan dagang
·
Pajak bea
cukai yang dikenakan terhadap setiap barang dibedakan atas asal barang.
·
Perdagangan
dijalankan dalam dua jenis. Pertama, pedagang memasukkan modal dalam bentuk
barang dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain. Kedua,
pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang kepada nahkoda yang akan
membagi keuntungannya dengan pedagang pemberi modal.
·
Kerajaan
mengeluarkan berbagai undang-undang yang mengatur perdagangan di Kerajaan
Malaka, agar perdagangan berjalan lancar.
2.2.11. Kerajaan
Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur
yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal
Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri
di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur
menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan
Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara
damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan
Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya,
antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku
pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng
Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai
sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di
Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena
kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan
tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi
juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat
tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak
berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh
Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba,
hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan
oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil
diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan
Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai
ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami
kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas
pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di
Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku,
kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik,
Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore.
Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik
sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah
yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik
orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa
barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini
pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya
politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk
kesejahteraan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah
diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu yang
penting untuk dipelajari.
2.
Meski terdapat perbedaan teori tentang masuknya Islam
ke Indonesia, namun dapat diambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia
dengan cara damai.
3.
Kerajaan Islam merupakan salah satu bukti dari
perkembangan Islam di Indonesia begitu pesat.
3.2. Saran
1.
Hendaknya kita lebih bersemangat dalam mempelajari sejarah
2.
Hendaknya kita dapat mengambil ibrah dari Sejarah
Kerajaan Islam di Indonesia
Dengan
mempelajari sejarah, selain wawasan kita bertambah kita juga akan lebih
memahami kebudayaan-kebudayaan tempo dulu dan mengambil setiap pelajaran dari
sejarah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan. “
Kerajaan-kerajaan Bercorak Islam di Indonesia”. http:// dahlanforum. wordpress.com/2009/
05/02/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-indonesia/, diakses tanggal 27 Mei 2016.
Firwan, Andi. “Sejarah Perkembangan Kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia”. http://boyzstudent.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-perkembangan-kerajaan-kerajaan.html,
diakses tanggal 27 Mei 2016.
Informasiana. “Sejarah Masuknya Islam
ke Indonesia”. http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-islam-di-indonesia/# , diakses tanggal 27 Mei 2016.
Solihin, Akhmad. “Sejarah
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia”. http://visiuniversal.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-kerajaan-kerajaan-islam-di.html, diakses tanggal 27 Mei 2016.
Terima kasih
BalasHapusSangat bermanfaat :)
terimakasih banyak ilmunya sahabat
BalasHapussalam hormat dari Warkop Setia
Nonton Film BOKEP Lengkap Nya Klik disini >> NONTON FILM
BalasHapusINDOXXI
LAYARKACA21
LK21
NONTON MOVIE SUB INDO
LAYARCINEMAXX1
INDOXX1
GANOOL
CINEMAXXI